Selasa, 14 September 2010

Aku Keluar Bersama Wanita Lain Yang Bukan istriku


Kisahnya pendek, namun cukup menarik untuk di renungkan dan dijadikan sebagai bahan evaluasi diri kita. Ternyata dalam kehidupan kita terlalu sering mengabaikan orang-orang yang kita cintai.
Setelah 21 tahun pernikahanku mulai ada tumbuh rasa cinta pada wanita lain selain istriku.
Belum lama ini aku keluar berjalan bersama wanita lain selain istriku. Ini murni ide dari istriku. Saat itu istriku mengatakan," Aku tahu persis betapa besarnya cintamu padanya." Wanita yang istriku menyuruhku untuk keluar berjalan-jalan bersamanya dan menghabiskan waktu menghirup udara segar tidak lain dan tidak bukan adalah Mamaku yang sudah menjanda sejak 19 tahun yang lalu.
Namun kesibukan harian, mengurus 3 orang anak dan tugas-tugas yang harus saya emban menjadikanku sangat jarang untuk mengunjungi Mamaku di rumahnya.
Pada hari aku membuat janji dengan Mamaku untuk mengundangnya makan malam, beliau bertanya," Kamu baik-baik saja kan?" Karena beliau tidak biasa menerima telphon pada malam hari seperti ini. Rasa khawatir nampak dari nada bicaraannya. " Aku baik-baik saja Ma, aku hanya ingin mengajak Mama untuk berjalan-jalan berdua." Mama menjawab," Hanya kita berdua saja?" Mama berpikir sebentar, kemudian," Aku sangat senang sekali."
Pada hari Sabtu sore sepulang kerja, aku jemput mama. Aku agak merasa kaku dan canggung. Ternyata bukan hanya aku yang merasa kikuk, mamaku juga kelihatan tegang dan kaku.
Mama berdiri menunggu kedatanganku di depan pintu dengan mengenakan pakaian yang bagus sekali. Kelihatannya baju itu adalah baju terakhir yang dibelikan oleh almarhum Papa sebelum beliau menginggal.
Bibir Mamaku menyungging senyuman bak seorang gadis cantik. " Aku katakan pada semua orang kalau aku malam ini akan makan di luar dan berjalan-jalan di luar dengan anak laki-lakiku. Semua orang senang, mereka menunggu-nunggu cerita yang akan aku bawa sepulang jalan-jalan kita ini." Kata mama sambil menyambut kedatanganku.
Kami pergi ke rumah makan yang cukup istimewa, tapi suasananya cukup tenang. Mama memeluk lenganku, bak seorang putri permaisuri.
Setelah mengambil tempat duduk, aku membacakan menu, karena Mama sudah tidak bisa membaca tulisan yang kecil-kecil. Matanya sudah plus sehingga memerlukan bantuan kacamata plus kalau ingin membaca. Saat aku membacakannya, Mama memandangiku dengan senyum berbinar di wajahnya," Aku yang mengajarimu membaca waktu kamu kecil dulu." Aku menjawab," Tiba saatnya aku mencicil hutang budiku kepadamu Ma, dengan tindakan yang sangat sederhana ini." " Tenanglah Ma, dan nikmati saja."
Kami ngobrol berdua sambil makan malam. Tidak ada yang istimewa malam itu. Hanya cerita-cerita lama dan cerita-cerita baru
sehingga menjadikan kami berdua lupa, kalau ternyata hari sudah larut malam.
Ketika kami pulang dan sampai di rumah Mama, di depan pintu Mama berkata," Aku mau kalau pada kesempatan lain kita keluar berdua lagi, tapi aku yang traktir kamu." Kemudian aku cium tangan mama dan ku tinggalkan pulang ke rumah.
Selang beberapa hari, Mamaku meninggal dunia karena serangan jantung mendadak. Kejadiannya sangat cepat, sehingga aku tidak mampu berbuat apa-apa untuk menyelamatkan nyawa Mamaku.
Tidak lama setelah meninggalnya Mama datang surat melalui pos dari rumah makan yang aku dan Mama makan berdua malam itu.
Ada catatan di kertas itu yang tertulis dengan tulisan tangan Mama.
" Aku sudah membayar makanan itu lebih dahulu. Aku tahu, tidak mungkin datang. Yang penting aku sudah membayar harga makanan untuk dua orang, kamu dan istrimua. Karena kamu tidak tahu betapa berartinya malam itu bagiku.".....


Aku sangat mencintaimu nak.

Apa arti menjadikan orang lain merasakan cinta kita kepadanya...tidak ada yang lebih peting dari dari kedua orang tua kita terutama ibu.
Berikan kepada mereka waktu yang cukup karena hak mereka dan hak Allah atas kita.Hal ini tidak bisa ditunda-tunda.
Setelah membaca kisah ini, aku ingat dengan kisah seseorang yang bertanya kepada Abdullah Ibnu Umar , seraya berkata," Ibuku sudah tua
tidak mampu apa-apa bergerak sekalipun. Karena itu aku menggendongnya ke mana saja ia suka untuk keperluannya. Sehingga ia selesai apa yang ia mau. Bahkan seringkali ibuku tidak mampu untuk menahan dirinya sehingga buang air besar dan air kecil di gendonganku.... Bagaimana menurutmu, apakah aku sudah memenuhi hak-haknya?
Ibnu Umar menjawab," Sama sekali tidak, sekalipun hanya satu kali mengejan ibumu saat melahirkanmu."


Moga kisah ini bisa merobah sikap anda tatkala bergaul dengan kedua orang tua anda, terutama ibu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar