Selasa, 09 Maret 2010

Catatan Harian Seorang Suami

Tulisan tentang bagaimana membina rumah tangga selalu menarik. Apalagi tulisan tentang usaha keras untuk menjaga keutuhan rumah tangga jauh lebih menarik lagi. Di sana nampak pengorbanan, usaha tak kenal lelah dan berbagai emosi bercampur dalam tulisan itu. Ada tulisan yang ditulis oleh A Nur Juli Zar dalam facebook nya yang merupakan copas dari penulis: Zhao Qing/The Epoch Times). A Nur Juli Zar menuliskannya kembali di FB nya pada March 3 at 10:10am. Ini saya tulis kembali, dengan judul baru " Catatan Harian Seorang Suami" moga bermanfaat:

Ayah dan ibu telah menikah lebih dari 30 tahun, saya sama sekali tidak pernah melihat mereka bertengkar. Di dalam hati saya, perkawinan ayah dan ibu ini selalu menjadi teladan bagi saya, juga selalu berusaha keras agar diri saya bisa menjadi seorang pria yang baik, seorang suami yang baik seperti ayah saya.
Namun harapan tinggallah harapan, sementara penerapannya sangatlah sulit. Tak lama setelah menikah, saya dan istri mulai sering bertengkar hanya akibat hal-hal sepele dalam rumah tangga.
Setiap minggu, saat pulang kampung, saya tidak kuasa menahan diri untuk tidak menceritakan prihal rumah tangga pada ayah. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun ayah tetap mendengarkan semua keluhan saya, dan setelah itu beliau berdiri dan masuk ke kamar. Tak lama kemudian, ayah keluar dengan setumpuk buku catatan dan diletakkan begitu saja di depan saya.
Sebagian besar buku-buku itu halamannya telah menguning, kelihatannya telah disimpan puluhan tahun. Sebenarnya ayah saya itu tidak mengenyam pendidikan yang layak, apa mungkin beliau menulis buku harian sebanyak itu?
Dengan penuh rasa ingin tahu saya mengambil salah satu dari buku-buku itu. Dari tulisannya memang tidak dapat disangkal bahwa itu memang tulisan tangan ayah. Agak miring dan sangat aneh sekali, ada yang sangat jelas, ada juga yang semrawut, bahkan ada yang tulisannya sampai menembus beberapa halaman kertas.
Saya segera tertarik dan mulailah saya membaca dengan seksama halaman demi halaman isi buku itu. Semuanya merupakan catatan-catatan sepele, misalnya seperti yang tertulis di lembar pertama:
“Suhu udara mulai berubah menjadi dingin, ia sudah mulai merajut baju wol untuk saya…”
“Anak-anak terlalu berisik, untung ada dia…”
Sedikit demi sedikit tercatat, semua itu adalah catatan mengenai berbagai macam kebaikan dan cinta ibu kepada ayah, mengenai cinta ibu terhadap anak-anak dan terhadap keluarga ini. Dalam sekejap saya sudah membaca habis beberapa buku, arus hangat mengalir di dalam hati saya, tak terasa air mata saya berlinang. Saya mengangkat kepala, dengan penuh rasa haru saya berkata pada ayah, “Ayah, saya sangat mengagumi ayah dan ibu.”
Ayah menggelengkan kepalanya dan berkata, “Tidak perlu kagum, kamu juga bisa.”
Ayah berkata lagi, “Menjadi suami istri selama puluhan tahun lamanya, tidak mungkin sama sekali tidak terjadi pertengkaran dan benturan? Intinya adalah harus bisa belajar untuk saling pengertian dan toleran. Setiap orang memiliki masa emosional, ibumu terkadang kalau sedang kesal, juga suka mencari gara-gara, melampiaskan kemarahannya pada ayah, mengomel. Waktu itu saya bersembunyi di depan rumah, di dalam buku catatan saya tuliskan segala hal yang telah ibumu lakukan demi rumah tangga ini. Sering kali dalam hati saya penuh dengan amarah, waktu menulis kertasnya sobek akibat tembus oleh pena. Tapi saya masih saja terus menulis satu demi satu kebaikannya, saya renungkan bolak balik dan akhirnya emosinya juga tidak ada lagi, yang tinggal semuanya adalah kebaikan dari ibumu.”
Dengan terpesona saya mendengarkannya. Lalu saya bertanya pada ayah, “Ayah, apakah ibuku pernah melihat catatan-catatan ini?” Ayah hanya tertawa dan berkata, “Ibumu juga memiliki buku catatan. Dalam buku catatannya itu semua isinya adalah tentang kebaikan diriku. Kadang kala di malam hari, menjelang tidur, kami saling bertukar buku catatan, dan saling menertawakan satu sama lain… ha… ha… ha…”
Memandang wajah ayah yang dipenuhi senyuman dan setumpuk buku catatan yang berada di atas meja, tiba-tiba saya sadar akan rahasia dari kebahagiaan suatu pernikahan : Cinta itu sebenarnya sangat sederhana, ingat dan catat kebaikan dari pasangan Anda. Lupakan segala kesalahannya.

Penulis: Zhao Qing/The Epoch Times)

Catatan:(Terima kasih kepada Penulis tulisan ini, semoga menjadi amal jariyah baginya dan bagi kita yang mengambil hikmahnya,amin)

(Tulisan ini disponsori oleh : TOKO BUKU BAROKAH ILMU di Belakang Masjid Fathullah UIN Jakarta......Rujukan Buku Mahasiswa... )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar