Minggu, 09 Agustus 2015

Musim Purbakala Sangiran


Musium Sangiran
Sangiran adalah situs arkeologi di Jawa, Indonesia. Menurut laporan UNESCO (1995) "Sangiran diakui oleh para ilmuwan untuk menjadi salah satu situs yang paling penting di dunia untuk mempelajari fosil manusia, disejajarkan bersama situs Zhoukoudian (Cina), Willandra Lakes (Australia), Olduvai Gorge (Tanzania), dan Sterkfontein (Afrika Selatan), dan lebih baik dalam penemuan daripada yang lain."

Daerah terdiri dari sekitar 56 km² (7km x 8 km). Lokasi ini terletak di Jawa Tengah, sekitar 15 kilometer sebelah utara Surakarta di lembah Sungai Bengawan Solo. Secara administratif, kawasan Sangiran terbagi antara 2 kabupaten: Kabupaten Sragen (Kecamatan Gemolong, Kecamatan Kalijambe, dan Plupuh) dan Kabupaten Karanganyar (Kecamatan Gondangrejo). Fitur penting dari situs ini adalah geologi daerah. Awalnya kubah terbentuk jutaan tahun yang lalu melalui kenaikan tektonik. Kubah itu kemudian terkikis yang mengekspos isi dalam kubah yang kaya akan catatan arkeologi

Sejarah eksplorasi
    1883: Situs sangiran pertama kali ditemukan oleh P.E.C schemulling. Ketika aktif melakukan eksplorasi pada akhir abad ke-19, Eugene Dubois pernah melakukan penelitian di sini, namun tidak terlalu intensif karena kemudian ia memusatkan aktivitas di kawasan Trinil, Ngawi.

Stegodon trigonocephalus - Molar
    1934: Ahli antropologi Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald memulai penelitian di area tersebut, setelah mencermati laporan-laporan berbagai penemuan balung buta ("tulang buta/raksasa") oleh warga dan diperdagangkan. Saat itu perdagangan fosil mulai ramai akibat penemuan tengkorak dan tulang paha Pithecanthropus erectus ("Manusia Jawa") oleh Eugene Dubois di Trinil, Ngawi, tahun 1891. Trinil sendiri juga terletak di lembah Bengawan Solo, kira-kira 40 km timur Sangiran. Dengan dibantu tokoh setempat, setiap hari von Koenigswald meminta penduduk untuk mencari balung buta, yang kemudian ia bayar. Pada tahun-tahun berikutnya, hasil penggalian menemukan berbagai fosil Homo erectus lainnya. Ada sekitar 60 lebih fosil H. erectus atau hominid lainnya dengan variasi yang besar, termasuk seri Meganthropus palaeojavanicus, telah ditemukan di situs tersebut dan kawasan sekitarnya. Selain manusia purba, ditemukan pula berbagai fosil tulang-belulang hewan-hewan bertulang belakang (Vertebrata), seperti buaya (kelompok gavial dan Crocodilus), Hippopotamus (kuda nil), berbagai rusa, harimau purba, dan gajah purba (stegodon dan gajah moderen).

    1977: Pemerintah Indonesia ditunjuk seluas 56 km2 di sekitar Sangiran sebagai Daerah Cagar Budaya.

    1988: Sebuah situs museum dan konservasi laboratorium lokal sederhana didirikan di Sangiran.

    1996: UNESCO mendaftarkan Sangiran sebagai Situs Warisan Dunia di Daftar Warisan Dunia sebagai Sangiran Early Man Site.

    2011: Museum saat ini dan pusat pengunjung dibuka oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tanggal 15 Desember.

    2012: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengunjungi museum pada bulan Februari didampingi 11 menteri kabinet.

Seiring waktu, setelah pekerjaan awal oleh Dubois dan von Koenigswald di Sangiran, sarjana lain termasuk arkeolog Indonesia melakukan pekerjaan di lokasi tersebut. Sarjana Indonesia termasuk Teuku Jacob, Etty Indriati, Sartono, Fachroel Aziz, Harry Widianto, Yahdi Zaim, dan Johan Arif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar