Kamis, 05 Maret 2020

Keteladanan Nabi Ibrohim Dan Kemerdekaan 2018

Pada hari ini 73  tahun yang lalu, tepatnya adalah  pada hari Jumat 17 Agustus 1945 M  yang bertepatan dengan  9 Ramadhan  1364 Hpada jam 10.00 di jalan  Pegangsaan Timur, no 56 Jakarta  atas nama bangsa Indonesia  Sukarno-Hatta membacakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.  Proklamasi kemerdekaan itu adalah salah satu dari rangkaian panjang perjuangan Bangsa Indonesia  secara keseluruhan dari Sabang sampai Merauke. Kita Umat Islam sebagai Bangsa dan Umat, tidak terlepas dari peran penting pembebasan tanah air, bangsa dan negara Indonesia dari belenggu penjajahan. Dan negara baru itu disebut dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kini kita sudah 73 tahun dari proklamasi kemerdekaan Indonesia. Sebagai bangsa dan Umat, kita dari nenek moyang kita hingga saat ini, telah mengarungi berbagai macam peristiwa; pahit getir, asam garam perjalanan sebuah bangsa kita alami. Hingga  sampai masa kita saat ini.
Baru saja  kita lewati  hirup pikuk memperingati kemerdekaan Indonesia sedang dilaksanakan. Berbagai macam acara,program, keramaian, tontonan digelar untuk memeriah peringatan 17 Agustus ini. Tidak lupa berbagai macam hiasan dari pernak-pernik warnanya bendera merah dan putih menghiasi segala penjuru   lingkungan kita.  Sebuah perayaan dan keramaian  yang mengungkapkan kebahagiaan atas merdekanya sebuah bangsa dan lahirnya sebuah negara yang disebut dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Di sela-sela hiruk pikuk itu, apakah sebenarnya yang dimaksud dengan kemerdekaan itu? Kita sebagai seorang muslim yang merupakan bagian besar dari bangsa dan negara ini,  apakah kita sudah memahami makna  akan kemerdekaan menurut agama kita?  Ketika kita tidak memahami arti kemerdekaan, maka  mungkinkah kita akan mengisi kemerdekaan ini dengan cara yang benar?  Oleh karena itulah, perlunya kita mengerti apa arti kemerdekaan menurut Islam.
Bicara tentang kemerdekaan  mengingatkan kita kepada ungkapan Sayyidina Umar r.a.  saat berkata kepada Sayyidina Amru bin Ash:
" متى استعبدتم النّاس وقد ولدتهم أمهاتهم أحراراً "
“Sejak kapan engkau memperbudak manusia, padahal ia telah dilahirkan oleh ibunya dalam keadaan merdeka?”
Sebuah ungkapan yang  abadi tertulis dalam  tinta emas sejarah, tersimpan dalam hati sanubari peradaban dari masa ke masa.  Ungkapan yang telah memekakkan telinga orang-orang dholim, menghentakkan  dada  para penguasa diktator dari masa ke masa.  Sebuah kebebasan yang diberikan oleh Islam  kepada manusia di saat dunia terjerumus dalam kesewenang-wenangan, kedholiman,  angkara murka para penjajah dan penguasa.
Masa saat  itu orang kuat memperbudak yang lemah, penguasa menghisap darah dan keringat rakyat yang menyelimuti seluruh jazirah Arab, bahkan seluruh dunia saat itu. Kelompok yang banyak  memperbudak kelompok yang kecil. Seorang perempuan tidak mendapatkan kebebasan sama sekali, bahkan hak untuk hidup sekalipun. Hak kebebasan sikap apalagi hak atas harta. Kemudian datanglah Islam melakukan pembebasan dalam arti yang sebenarnya.  
Manusia dibebaskan oleh Islam dari berbagai macam kedholiman, dibebaskan dari penguasa yang dholim, bahkan dibebaskan dari perbudakan. Perempuan diberikan kebebasannya, sebuah kebebasan yang tidak pernah mereka dapatkan sebelumnya sama sekali di manapun dari belahan dunia. Hingga Islam menjadi contoh kebaikan dalam segala hal. Bahkan di Eropa sekalipun saat itu yang terjadi adalah  kediktatoran dan kesewenang-wenangan atas nama agama dan tokoh-tokoh agama.
Rib’iy bin Amir  mengungkapkan tentang tujuan dari risalah Islam dalam ungkapannya yang terkenal ketika dia mengucapkannya untuk penguasa Persi Kisro:
" بعثنا الله لإخراج العباد من عبادة العباد إلى عبادة ربّ العباد، ومن جور الأديان إلى عدل الإسلام ومن  ضيق الدنيا إلى سعة الدنيا والآخرة؛"
“ Allah swt telah mengutus kami untuk mengeluarkan manusia dari peribadatan kepada makahluk  untuk menuju kepada peribadatan Tuhannya para makhluk, dan mengeluarkan kami dari  kedholiman  agama menuju kepada keadilan Islam, dan  mengeluarkan manusia dari sempitnya dunia menuju luasnya dunia dan akhirat. “
Islam adalah yang pertama kali memberikan kemerdekaan  manusia secara sempurna. 

Arti Kemerdekaan  Menurut Islam 
Apa yang  arti kemerdekaan  menurut Islam? 
Kemerdekaan menurut Islam  diungkapkan dalam kata-kata:
الأرادة الكاملة في الاختيار دون قهرٍ أو إجبار
“ Kebebasan yang sempurna untuk memilih dan melakukan sesuatu tanpa ada paksaan.”
Kemerdekaan artinya adalah kebebasan untuk mengekspresikan keinginan tanpa ada yang menghalangi. Karena  manusia sebenarnya dilahirkan oleh ibunya dengan membawa kebebasan dan kemerdekaannya.
Kemerdekaan yang diberikan oleh Islam kepada manusia bukan sekedar slogan kosong, atau ungkapan tanpa makna. Tapi kemerdekaan  yang diberikan oleh Islam  memiliki tampilan dan madhohir yang bisa dilihat dan dirasakan oleh  diri sendiri maupun orang lain. Kemerdekaan itu dilindungi oleh syariat dan oleh hukum.

 Performance  atau Madhohir Atau Tampilan  Kemerdekaan Dalam Islam
Apa  madhohir atau tampilan  kemerdekaan dalam Islam?
Bentuk kemerdekaan yang diberikan oleh Islam antara lain:
Pertama : Kemerdekaan Aqidah ( Keyakinan )
Islam memberikan kebebasan  kepada manusia untuk  memeluk agamanya. Tidak boleh seorang pun untuk memaksa orang lain untuk memeluk satu agama. Manusia bebas untuk memeluk agamanya.
Sekalipun agama Islam adalah agama yang benar, dan selain Islam adalah agama yang salah menurut Islam, namun  Islam melarang siapapun untuk memaksa orang lain untuk memeluk Islam, maupun memeluk agama-agama yang lain.  Setiap individu bebas untuk menentukan keyakinannya.
فمن شاء فليؤمن من شاء فليكفر
“ Yang mau beriman silahkan beriman, yang mau tidak beriman silahkan tidak  beriman.”
Namun bila ia memeluk Islam, maka  tidak boleh meninggalkannya sama sekali. Dan ia harus tunduk dan patuh kepada aturan Islam.
Layaknya  orang yang  sedang bertamu ke rumah anda, siapa saja boleh bertamu atau tidak bertamu, namun bila sudah masuk menjadi tamu anda, maka ia harus tunduk  terhadap aturan yang sudah anda buat di rumah anda.
Bila seseorang telah memilih Islam sebagai agamanya, maka ia sudah memilih dengan pilihan yang tepat, yang  akan membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat.  Namun bila ia tidak mau memeluk Islam, maka Islam tidak memaksa manusia  harus memeluk Islam. Ia bebas memeluk agamanya tanpa ada gangguan sama sekali dari Islam.
لكم دينكم وليدين
“ Bagimu agamamu dan bagiku agamaku.”
Kedua : Kemerdekaan  Kehidupan
Kemerdekaan yang diberikan oleh Islam dalam kehidupan bahwa manusia memiliki kebebasan yang sempurna  untuk memilih jalan kehidupannya. Namun Allah swt telah memberikan  penjelasan yang  lengkap tentang  jalan yang benar dan jalan yang tidak benar.
Ketika ia memilih jalan yang benar, maka kebaikan akan kembali kepada diri manusia itu sendiri.  Namun bila ia memilih jalan yang tidak benar, maka ia akan  memetik buah hasil yang tidak benar tersebut. Manusia bertanggung jawab atas  apa yang ia lakukan baik dan buruknya.   Bila urusan itu urusan akhirat, maka ia akan bertanggung jawab terhadap apa yang diperbuat di akhirat kelak. Bila baik, ia akan mendapatkan surga, namun bila  tidak baik, maka ia akan mendapatkan neraka.
Namun bila  masalah yang dilakukan masalah dunia, maka  ia akan bertanggung jawab atas  apa yang dilakukannya itu. Bila baik, maka ia akan dikenal dan disebut sebagai orang sholeh dan baik, namun bila sudah merusak kebebasan dan kenyamanan masyarakat, maka ia harus mempertanggungjawabkannya di depan hukum.
Ketiga : Kemerdekaan Individu
Islam memberikan kebebasan kepada individu manusia. Ia bebas makan apa yang dia mau, atau minum yang dia mau,  ia juga bebas untuk menikmati apa saja yang baik. Ia bebas untuk melakukan transaksi jual dan beli. Semua tadi diberikan kemerdekaan selagi tidak membahayakan diri manusia dan tidak merusak masyarakat. 
Kemerdekaan dalam konsumsi diri
Kemerdekaan dalam bertransaksi
Kemerdekaan dari perbudakan
Kemerdekaan dari  nafsu dan syahwat
Kemerdekaan untuk membuat komunitas
Kemerdekaan atas harga diri
Kemerdekaan untuk menentukan sikap dan pilihan
Di peringatan 17 Agustus 2018 ini, sebagai muslim, apakah kita sudah memerdekaan diri kita seperti yang dikehendaki oleh Islam seperti yang sudah dijelaskan di atas? Kalau belum, bukan  pesta  gembira yang mestinya kita lakukan, karena sebenarnya kita belum merdeka. Karena pesta itu bagi orang yang sudah merdeka, alangkah  lucunya seorang budak yang masih terbelenggu perbudakan, namun merasa sudah merdeka dan berpesta merayakan kemerdekaan.
Keteladanan kita adalah Nabi Ibrahim a.s yang merupakan contoh yang diikuti oleh Nabi Muhammad saw dalam membangun kemerdekaan dalam arti yang sebenarnya. Akidah, bangsa, Negara, masyarakat, harga diri dst.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar