Senin, 18 Februari 2019

3 Keteladanan Nabi Ibrahim a.s. Dari Haji

Keteladan dalam hidup kita merupakan sebuah keniscayaan. Karena keteladanan adalah kebutuhan hidup kita. Yaitu keteladan dari para-tokoh-tokoh  kehidupan yang bisa menjadi mercusuar dari pelayaran kehidupan kita. Dengan adanya keteladanan, kita memiliki tolok ukur untuk menilai apakah perjalanan hidup kita sudah baik atau belum.
Keteladanan Nabi Ibrahim a.s. adalah keteladanan yang   panjang, bahkan keteladanan itu diabadikan oleh Allah swt dan Rasul-Nya Muhammad saw dalam ajaran Islam. Keteladanan sebagai individu, keluarga dan masyarakat.  “ Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia.”  (QS Al Mumtahanah [60:4).
Diantara   keteladanan itu  terekam indah dalam ajaran agama kita, yaitu rukun Islam yang kelima Haji, dan pelaksanaan penyembelihan binatang qurban. Paling tidak  ada  3 keteladanan:
Pertama, Tinggalkan Yang Haram, dan Lakukan Yang Halal.
Ibadah haji dimulai dengan ihram dan diakhiri dengan tahallul.  Saat ihram, pakaian yang dikenakan jamaah adalah kain putih tak berjahit, melambangkan kain kafan yang nanti akan dikenakan di sekujur tubuhnya ketika akan kembali kepada Allah swt pada saat kematiannya. Pakaian ihram yang putih-putih itu juga melambangkan tidak adanya perbedaan di mata Allah di antara sesama manusia, kecuali takwa mereka. Segala perbedaan harus ditanggalkan dalam arti jangan sampai memiliki fanatisme  berlebihan seperti perbedaan suku, organisasi, partai politik, paham, status sosial, ekonomi atau profesi. Kesatuan dan persamaan merupakan sesuatu yang harus diutamakan dalam upaya menegakkan kebenaran, bahkan siap mempertanggungjawabkan segala yang dilakukannya.
Pakaian ihram juga melambangkan kesiapan berdisiplin dalam menjalankan kehidupan sebagaimana yang ditentukan Allah swt, hal ini karena selama berihram, jamaah haji memang berhadapan dengan sejumlah ketentuan, ada yang boleh dan ada yang tidak boleh dilakukan. Seorang haji semestinya selalu disiplin menjalankan syariat Islam. Dan  siapa pun yang menjalankan syariat Islam mendapat kedudukan yang terhormat di hadapan Allah, karena kehormatan manusia bukanlah terletak pada pakaiannya, tapi pada ketaqwaannya di hadapan Allah swt.
Bila ihram maknanya adalah pengharaman dan tahallul maknanya adalah penghalalan, maka seorang haji siap meninggalkan yang diharamkan Allah swt dan hanya mau melakukan sesuatu bila memang dihalalkan. Prinsip yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim. Karena itu amat tercela bila ada orang ingin mendapatkan sesuatu yang tidak halal dengan memanfaatkan jalur hukum sekadar untuk mendapatkan legalitas hukum agar terkesan menjadi halal, padahal keputusan hakim sekalipun tetap saja tidak bisa mengubah sesuatu yang tidak halal menjadi halal, Allah swt melarang keras hal ini.
“ Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui (QS Al Baqarah [2]:188).
Kedua, Bergerak Untuk Kebaikan dan Berkorban. Ini terlihat dari keteladanan dalam melaksanakan ibadah haji. Ia terus bergerak sejak dari rumah, sampai ke Masjidil  haram, hingga pulang ke rumah, terus bergerak tanpa hentinya. Berhenti hanya untuk istirahat sebentar, untuk melanjutkan ke berikutnya.
Selama beberapa hari di Mekah, para jamaah sudah harus bergerak lagi untuk melaksanakan puncak ibadah haji, mereka harus bergerak lagi menuju Arafah untuk wuquf, malam harinya menuju Muzdalifah untuk mabit dan mengumpulkan batu, keesokan harinya melontar di Mina, Tawaf ifadhah di Mekah, kembali lagi ke Mina untuk melontar hingga selesai, lalu kembali lagi ke Mekah untuk bersiap meninggalkan Mekah menuju Tanah air masing-masing.  Dan sebelum meninggalkan Mekah, para jamaah bergerak lagi untuk melakukan tawaf wada, tawaf perpisahan dengan Ka’bah. Dari rangkaian ibadah haji juga,  melontar jumroh  yang melambangkan perlawanan atau peperangan melawan syaitan.
Dari  gerakan dalam  ibadah haji  ini, mengajarkan seorang muslim untuk menjadi orang yang proaktif produktif . Setiap muslim  seharusnya mau bergerak  terus menerus untuk memperbaiki keadaan dan kualitas umat Islam. Setiap muslim harus bergerak untuk mencari nafkah, mencari ilmu,  menyebarkan, menegakkan dan memperjuangkan nilai-nilai kebenaran, memberantas kemaksiatan dan kemunkaran.
Ketiga, Jadikan masjid sebagai Pusat pergerakan.
 Ibadah haji dan rangkaian ibadah lainnya berpusat di masjid. Saat berziarah ke Madinah, maka seluruh jamaah berbondong-bondong untuk melaksanakan shalat berjamaah yang lima waktu di masjid Nabawi, bahkan sampai ditargetkan mencapai angka arbain (40) waktu meskipun hal ini tidak menjadi bagian dari ibadah haji. Setia  muslim harus memiliki ikatan batin  yang kuat dengan masjid, sehingga mendorong   umat Islam  mendatangi masjid setiap hari untuk melaksanakan shalat lima waktu secara berjamaah, khususnya bagi laki-laki.  Sehingga naungan Allah swt akan didapatkan di akhirat kelak.
“ Ada tujuh golongan orang yang akan dinaungi Allah yang pada hari itu tidak ada naungan kecuali dari Allah: …seseorang yang hatinya selalu terpaut dengan masjid ketika ia keluar hingga kembali kepadanya”  (HR. Bukhari dan Muslim).
Itulah diantara pelajaran  yang kita ambil dari meneladani Nabi Ibrahim as dan Nabi Muhammad saw serta mengambil hikmah dari ibadah haji menuntut kita untuk selalu berusaha memperbaiki diri dan keluarga serta memperbaiki orang lain. Dilanjutkan  dengan  bergerak  dinamis dalam menegakkan nilai-nilai kebenaran dan mau berkorban untuk mencapainya.   





--------********---------

Donasi Kemanusiaan Anda





Tidak ada komentar:

Posting Komentar