Jumat, 29 Mei 2009

Raihlah Surgamu

Published at Masturi's Weblog in ......:

Seorang Ibu, dengan berlinang air mata, duduk di atas kursi. Sementara sang putri yang sudah dirias dan mengenakan pakaian pengantin sebentar lagi akan beranjak ke tempat acara akad nikahnya. Terbayang diwajahnya, sorang bayi mungil yang pernah dilahirkannya 22 tahun yang silam. Ya seorang bayi perempuan, lahir dengan segala kelemahannya. Bersama suaminya dia membesarkan anak tersebut. Dibanjiri oleh rasa cinta, dihujani dengan rasa kasih mereka, sang bayi tumbuh. Ah,…seingatnya, dia tidak pernah dibentak dan dihardik. Apalagi lambaian tangan disertai pukulan. Hingga anaknya tumbuh dengan rasa kasih, besar bersama rasa iba. Itulah yang dia lihat dari pribadi anaknya. Mungkin ungkapan yang tepat untuk sang putri tersebut “ gadis yang sholihah.” Memori nuansa kemesraan seorang anak terhadap orang tuanya begitu dia rasakan. Anak itu tidak pernah membantah, apalagi melawan. Tutur katanya lembut menunjukkan kedewasaan. Sinar matanya membawa keteduhan, penuh kejujuran dan tidak pura-pura. Semakin dia ingat memori diulang, semakin deras air mata yang keluar. Semakin penuh keharuan dan kesyukuran yang dirasakan.....
Semua ini hanya atas kehedak Allah, semua ini hanya karunia Allah. Namun hari ini, antara rasa bahagia dan ragu, haru dan syukur sang ibu harus melepas putrinya. Ya melepasnya. Untuk suaminya. Menantunya???? Sepengetahuan yang dia ketahui bersama sang suami, katanya calon menantu itu baik dan sholeh. Informasi dari putrinya juga mengatakan, kalau calonnya baik dan sholeh. Tapi rasa sangsi dari seorang ibu, kekhawatiran yang timbul dari rasa sayang, belum bisa menerima begitu saja. Secara prinsip ia menerima, karena memang keharusan untuk melepas putrinya menuju mahligai rumah tangga. Tapi kebaikan sang menantu???? Itu yang mengganggu pikirannya. Hanya hari-hari mendatang yang akan membuktikan. Apakah putrinya akan menjadi kuda di rumah suaminya, padahal di rumahnya ia pelihara jangan sampai tergores fitrahnya. Akankah ia akan menjadi pembantu di rumah suami, padahal harapannya untuk menjadi istri yang sholihah dan ibu yang baik. Akankah ia hanya menjadi tempat pelampiasan hasrat, padahal yang ia inginkan putrinya bisa beribadah dan menikmati keindahan dunia. Apakah, apakah dan seribu apakah???????? Ah…, hanya Allah yang Maha Tahu tentang yang terjadi pada hari esok. Sebagai pelengkap rasa tawakkal, dengan rasa haru yang menggebu, dengan rasa sayang untuk kebaikan putrinya, pesan yang mengandung doa kepada Yang Maha Pemberi kebahagiaan disampaikan: Putriku, Engkau akan melangkah menuju kehidupan yang asing. Kehidupan yang tidak ada tempat untuk Papa dan Mama atau saudara-saudaramu. Dalam kehidupan itu, engkau akan menjadi teman bagi suamimu yang menghendakimu hanya menjadi miliknya seorang. Walaupun dari darah dan dagingmu sendiri. Jadilah kamu istri untuknya. Dan jadilah kamu ibu baginya. Buatlah ia merasa bahwa engkau adalah segalanya. Dunianya. Ingatlah, bahwa laki-laki tak ubahnya bayi besar, hanya dengan sedikit ungkapan kelembutan sudah mendatangkan kebahagiaan. Jangan kamu jadikan perasaannya, dengan menikah denganmu berarti telah merampasmu dari keluargamu. Karena perasaan yang sama pasti menimpanya juga. Ia telah meninggalkan rumahnya dan orang tuanya yang ia cintai, hanya untuk mendampingimu. Yang membedakan antara perasaannya dan perasaanmu hanyalah perbedaan seorang laki-laki dan perempuan. Perempuan senantiasa merindukan keluarganya, ayah dan ibunya. Rindu kepada rumah tempat ia dilahirkan, tumbuh dan besar. Namun ia harus kembali kepada kehidupannya yang baru. Ia harus beradaptasi dengan laki-laki asing yang kini senantiasa mendampinginya. Menjadi suami dan pelindungnya. Ayah dari anak-anaknya. Itulah duniamu sekarang nak. Putriku, Itulah harimu dan masa depanmu. Itulah keluargamu yang sekarang sedang engkau rintis bersama suamimu. Papa dan Mama????? Mereka sudah menjadi masa lalumu, yang sudah berbuat untukmu. Sungguh aku tidak minta engkau melupakan Papa, Mama dan saudara-saudaramu, karena mereka tidak akan pernah melupakanmu selamanya. Tidak mungkin seorang ibu melupakan permata hatinya. Tapi yang ku minta, cintailah suamimu, hiduplah dengannya, carilah kebahagiaan bersamanya. Putriku, Hari ini, aku sudah melaksanakan tugasku sebagai seorang Ibu. Dengan cucuran air mata, antara rasa cemas karena cinta, dan harap kepada-Nya, aku lepaskan engkau, semoga engkau meraih ridhonya, karena ia jalan satu-satunya untuk meraih ridho-Nya. Ia Surga dan Nerakamu, aku hanya menghendakimu untuk meraih surgamu.
Sepakat dengan isi makalah ini????

Sumber inspirasi: Risaalah Ila Al Aruussain
Islamabad, 9 April 2007


Masturi Istamar Suhadi Usman
http://ekspresiperenungan.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar